Berita NTB
Pendidikan
Mengenal SMPN 7 Praya, 3 Siswa Di Satu Kelas, Guru Pilih Cari Sampingan
Lombok Tengah, sasambonews.com- Kabupaten
Lombok Tengah memililiki ratusan sekolah menengah atas. Dari ratusan sekolah
tersebut terdapat sartu sekolah yang kondisinya memprihatinkan meskipun
posisinya ditengah kota yakni SMPN 7 Praya.
Pagi
itu arloji saya menunjukkan jam 10.00 wita. Pagi yang cerah dengan sedikit
berawan seakan melindungi siswa dan civitas akademika SMPN 7 Praya dari terik
matahari. Jalan rabat beton dengan pintu gerbang yang megang menjadi
pemandangan menarik dari sekolah yang terletak di kelurahan Panjisari Kecamatan
Praya tersebut.
Dari
kejauhan bangunan SMPN 7 Praya terlihat megah dan cukup asri dan hijau dengan
pohon pelindung dan sawah yang membentang didekatnya. Sayapun menggeber motor
saya dan langsung memasuki halaman sekolah tersebut.
Saya
awalnya kaget karena banyak terlihat sepeda motor diparkir cukup banyak. Dalam
pikiran saya sekolah ini ternyata sudah ada perkembangannya dari tahun ketahun.
Tentu sudah memiliki murid yang banyak dan sarat dengan kegiatan siswa.
Sayapun
kemudian ditemui langsung oleh kepala sekolah SMPN 7 Praya Muhrim S.Pd. Dengan
ramah guru senior itu mengajak saya masuk ke dalam ruang kerjanya yang tak terlalu luas dan tak terkesan mewah
seperti halnya ruang kepala sekolah lainnya di Kota Praya.
Kamipun
mulai berbincang mengenai kondisi sekolah serta perkembangannya sejak didirikan
dari tahun 2013 hingga sekarang.
Sekolah
yang sudah 3 kali berganti kepala sekolah ini ternyata memiliki siswa sangat
minim. Tahun ajaran 2017 ini saja jumlah siswa kelas VII atau istilah lama
kelas 1 hanya 3 orang saja, sedangkan kelas 2 atau kelas VIII 17 orang siswa
dan kelas IX hanya 19 orang sehingga total jumlah siswanya hanya 40 orang saja.
Keadaan
siswa yang tak lebih dari 50 orang tersebut itu berlangsung sejak didirikan
hingga saat ini. Tahun ajaran 2016 jumlah siswanya 44 orang sedangkan tahun ini
hanya 40 orang saja. Kendati demikian proses belajar mengajar tetap berjalan
normal seperti biasa. Semangat guru untuk mengajarkan siswanya meski hanya 3
orang tak pudar meski konsekwensinya mereka harus kekurangan jam mengajar untuk
mendukung sertifikasinya karena itu hampir seluruh guru disekolah itu mencari
sampingan jam mengajar disekolah lain.
Dari
sarana dan prasarana terbilang lengkap, tidak hanya ruang kelas yang banyak
tetapi juga sekolah ini mungkin satu satunya memiliki asrama putra dan putri.
“Ruang kelas kita 6 ruang, terpakai hanya 3 kelas, sisanya kosong. Kadang
digunakan untuk kegiatan dinas” kata Muhrim.
Muhrim
dan guru yang lain tak patah arang, upa demi upaya terus dilakukan untuk
mendapatkan murid, baik dengan
sosialisasi langsung ke sekolah sekolah terdekat maupun dengan kegiatan
ekstrakulikuler seperti mengajari music, olah raga pencak silat dan basket,
namun tak membuahkan hasil. Maklum SMPN 7 Praya itu dikelilingi oleh sekolah
madrasah tsanawiyah seperti MTS Gelondong, ataupun MTS di Mispalah. Kondisi
yang sulit itu diperparah lagi dengan kebijakan zonasi yang tak konsisten dan
konsekwen dijalankan.
Awalnya
4 SD menjadi sekolah sumber murid sekolah tersebut seperti siswa SDN 11, Merang
baru dan SDN Gelondong Baru dan SDN gelondong, akan tetapi tiba tiba keputusan
baru keluar dimana dua sekolah yakni SDN 11 dan Gelondong diberikan kepada SMPN
1 Praya,s ementara orang tua siswa dari sekolah tersisa enggan menyekolahkan
anaknya di SMPN 7 Praya. Yang lebih parah lagi sistim zonasi ini sendiri hanya
berlaku untuk sekolah di bawah kementrian pendidikan nasional sementara
kementrian agama tidak membatasi sekolah untuk mencari murid dari lintas
daerah. “Kondisi ini yang semakin memberatkan sekolah untuk mencari siswa,
makanya ya kita hanya dapat 3 orang saja untuk kelas 7” jelasnya.
Terhadap
kondisi ini kepala sekolah mengaku pasrah dan tawakkal namun didalam benaknya
dia berharap sekolah ini akan maju ke depannya. Dia hanya meminta guru guru
untuk menerima keadaan ini dengan ikhlas dengan tetap berusaha menjalankan
tugas amanah sebagai seorang pendidik. Dia berharap ada berkah dari kondisi ini
kedepannya.
Selama
ini SMPN 7 Praya memiliki banyak guru baik PNS maupun negeri. Guru negerinya
saja 9 orang, GTT 15 orang dan TU 1 PNS sementara 9 pegawai TU lainnya
berstatus honorer. Ketika ditanya dari mana diambilkan untuk honor GTT tersebut
?, Muhrim mengaskan mereka tidak dikasi honor sebab sekolah kesulitan
mencarikan dana untuk honornya. Dari Biaya Operasional Sekolah (BOS), jelas tak
mungkin sebab hanya Rp.6 juta pertriwulan diterima sekolahnya. Karena itu
mereka tidak diikat untuk tetap mengajar ditempoat itu melainkan diberi
kebebasan untuk nyambi disekolah lain. “Saya kasian kadang kadang, namun mau
bilang apa, kondisi sekolah kita tak memungkinkan untuk menggaji mereka,
makanya saya tak pernah tekan dan marahi mereka, sebab saya tahu kondisi
mereka” ungkapnya.
Cukup
lama berbincang, kepala sekolah itupun mengajak saya untuk keliling melihat lingkungan
sekolahnya. Termasuk juga memperlihatkan proses belajar mengajar disekolah itu.
Kini Muhrim dan kawan kawan pasrah apakah sekolahnya itu nanti akan dilebur dan
dijadikan lembaga diklat atau tidak, namun dalam relung hatinya yang paling
dalam dia berharap sekolah itu tetap dibiarkan seperti sekarang ini sampai
benar benar sudah tak ada siswanya lagi. Kalaupu tahun depan tidak dapat murid
maka dua kelas tersisa harus dituntaskan. “Saya dan kawan kawan guru disini
berharap tetap seperti sekarang ini, kasian gurunya, mau dikemanakan termasuk
guru honorernya” ungkapnya lirih.
Sebelumnya
Kepala Dinas Kependidikan Kabupaten Lombok Tengah H.Sumum mengatakan sekolah
itu dibangun atas dana APBN. Sebenarnya tidak ada perencanaan matang mengenai
posisi sekolah dan analisis lainnya namun waktu itu ada bantuan maka pihaknya
mengiyakan. “Dari pada hangus, kita iyakan, sayang kalau dana besar itu
dialihkan ke daerah lain” ungkapnya.
Terhadap
kondisi sekolah, Sumum menegaskan apapun kondisinya proses belajar mengajar
tetap ditutaskan sebab menjadi seorang guru tidak mesti harus mengajarkan
banyak siswa, satu orang siswapun wajib untuk diajarkan sebagai sumpah seorang
guru. Kalaupun nanti sekolah itu sudah tidak ada muridnya lagi tentu pemerintah
akan mengambil kebijakan lain.
Kini
kembali ke civitas akademika SMPN 7 praya dan pemerintah daerah, apakah sekolah
itu tetap beroperasi meskipun muridnya sangat sedikit atau dilebur dengan
konsekwensi pemerintah juga harus memikirkan nasib gurunya. xxx
Via
Berita NTB
Posting Komentar