Berita NTB
Berburu Sesuap Nasi Di Kampus IPDN (Bagian 1)
Dari Dosen Hingga
Pegawai Rendahanpun Diburu
L.Amrillah
Kehadiran IPDN di
Kabupaten Lombok Tengah menjadi daya magnet yang luar biasa. IPDN tidak hanya
hadir sebagai icon pendidikan moderen di Lombok Tengah dan NTB akan tetapi juga
menjadi lading untuk mencari pekerjaan yang cukup menjanjikan karena itu mulai
dari menjadi dosen hingga menjadi pegawai rendahan seperti tukang kebun dan
cleaning servispun di uber uber.
IPDN nyaris sama
dengan Bandara Internasional Lombok. Keduanya adalah pintu gerbang pembangunan
ekonomi dan pendidikan di Lombok Tengah. Jika Bandara Internasional menjadi
gerbang utama pembangunan di Lombok Tengah, maka IPDN menjadi pintu masuk bagi
berkembangnya pendidikan di Lombok Tengah hanya saja kehadirannya menyisakan
masalah khususnya dibidang ketenagakerjaan. Jika Bandara Internasional Lombok
sangat membutuhkan tenaga porfesional dan ahli dibidangnya seperti di bidang
mekanik pesawat, porter, pegawai pemadam kebakaran, dan lain sebagainya
sebaliknya di IPDN justru mencari pekerjaan yang semua orang bisa melakukannya
seperti halnya menjadi tukang kebun (gardner) atau petugas kebersihan dalam
gedung (cleaning servise) dan Satpam (Security), kendatipund emikian keduanya
sama sama diminati oleh seluruh masyarakat dari segala lapisan.
Animo masyarakat
yang sangat tinggi untuk berkerja di IPDN tentunya harus ditangkap sebagai
kecintaan masyarakat terhadap lembaga itu sendiri dan juga ditangkap sebagai
sinyal kurangnya lapangan pekerjaan di Lombok Tengah.
Untuk sekelas
tukang kebun, cleaning service dan Satpam saja, masyarakat yang mendaftar
mencapai kurang lebih 1000 padahal yang dicari hanya tidak kurang dari 60
orang, apalagi misalkan tenaga dosenpun ikut “ditender” maka sudah bisa
dibayangkan berapa ribu orang akan mendaftarkan diri meskipun nanti
perysratannya minimal S2. Lihat saja sejumlah pejabat pemda Lombok Tengahpun
angkat kaki dari jabatan yang disandangnya dan memilih untuk bergabung menjadi
bagian dari kampus Praja itu. Motivasi merekapun berbeda beda ada yang sudah
jemu dengan birokrasi di pemerintah daerah dan juga ada yang ingin
mengembangkan almamaternya. Ada juga yang ingin merubah hidupnya dengan mencari
pendapatan penghasilan yang lebih besar.
IPDN adalah
sebuah lembaga pendidikan yang mencetak kader kader birokrasi yang handal.
Jebolan IPDN 80 an persen menjadi pejabat di kelurahan dan kecamatan dan juga
di lingkup pemda Loteng. Mereka didik menjadi aparatur Negara yang ahli
dibidangnya. Masuk menjadi praja IPDN saja senangnya bukan main sebab sudah
pasti menjadi PNS setelah selesai pendidikan. Sementara untuk menjadi PNS
sangat sulit. Bila dibandingkan dengan pendidikan formal lainnya, IPDN tentu
lebih dimanjakan oleh pemerintah. Segala fasilitas pendidikan, hingga biaya
sekolahpun ditanggung Negara. Bukan itu saja lahan kampus IPDN juga tidak
sedikit makanya kampus itu sudah barang tentu memiliki karyawan yang cukup
banyak.
Kini IPDN dipuja
puja setelah bediri dan mulai ditempati, namun coba kita berkaca pada pengalaman
sebelumnya ketika ada wacana ingin membangun IPDN. Betapa susah dan melelahkan.
“Sangat melelahkan perjuangan kita untuk mendapatkan IPDN itu” kata Sekda
H.L.Supardan saat menerima warga hearing di kantor bupati kemarin
Untuk mendapatkan
jatah dari Mendagri saja sangat sulit sebab seluruh daerah di NTB bahkan di NTT
maupun Bali sangat berambisi mendapatkan jatah pembangunan kampus IPDN.
Kabupaten Lombok Timur yang menjadi tetangga terdekat Kabupaten Lombok Tengah
saja membuat manuver dengan menggoda pemerintah pusat agar ditempatkan di
Lotim. Berapapun luas lahan yang diminta pemda Lotim sudah siap. Lombok
Baratpun demikian sudah menyiapkan lahan yang sangat luas untuk mendapatkan
IPDN. Nah Mataram konon menawarkan eks bandara Internasional sebagai lokasi
kampus IPDN sementara Lombok Tengahpun hanya mengadalkan lahan milik provinsi
yakni di eks PTP Kapas Puyung. Sadar dengan ketiadaan lahan dan hanya
mengajukan lahan milik Pemprov, dedengkot pemkab Loteng tidak gentar. Lobi
lobipun dilakukan di era Bupati Lombok Tengah H.L.Wiratmaja dan Sekda
H.L.Supardan. Pemda Loteng tidak memberikan celah sedikitpun bagi daerah lain
untuk masuk. Intensitas lobi dilakukan sangat ketat dan rapat. Setiap hari,
setiap menit lobi lobipun dilakukan tidak hanya melalui telepon namun juga
mendatangi langsung ke pusat. Ditengah jalan H.L.Wiratmaja berhenti dan
digantikan Bupati H.M.Suhaili. tugas Bupati asal Bodak itu sangat berat karena
harus meloloskan ambisi pemda Loteng yang sudah dibangun sejak awal. Bupati dan
jajarannyapun bergerak cepat, setiap kali Mentri Dalam negeri ataupun Sekjen
dan pejabat teras yang datang berkunjung ke Loteng maupun daerah lain, pejabat
pemda Loteng memanfaatkan waktu limit itu untuk melobi. Hebatnya pemda Loteng,
selain menggunakan lobi jalur birokrasi dan pemerintahan, lobi jalur politikpun
digunakan dan termasuk lobi melalui kerabat dekat Sekjen yang secara kebetulan
Mantan Kapolres Lombok Tengah AKBP Djarot adalah kakak ipar dari Sekjen
Depgadri. Pendekatan kekeluargaanpun dilakukan sampai akhirnya Mendagri
menentukan pilihan ke Lombok Tengah. Seluruh pejabat pemda Loteng dan
masyarakatpun mengadahkan tangan mengucap syukur Alhamdulillah atas dipilihnya
Loteng. Perjuangan melelahkan dan penjang akhirnya membuahkan hasil. Kini IPDN
berdiri mengangkang di lahan seluas kurang lebih 24 hektar lebih.
Satu yang menjadi
catatan saya sebagai penulis adalah sikap Gigih tanpa menyerah yang ditunjukkan
oleh punggawa Pemda Loteng. Dan yang terpenting adalah sikap pantang mundur dan
juga istilah sasaknya “Sombong Gro” (Sombong kering kerontang-red)” artinya
berani menjanjikan sesuatu atau jaminan kepada pemerintah pusat meski belum ada
persiapan seperti halnya berani mengeluarkan dana sharing 20 % meski waktu itu
daerah dalam keadaan devisit, namun yang penting Loteng jadi juaranya. Semua
itu sah sah saja sepanjang tidak menggunakan cara cara kotor.
Kini Loteng tinggal menikmati hasilnya namun
sayang jutsru menjadi bumerang bagi IPDN sendiri ketika ingin memberdayakan
masyarakat Loteng. Untuk mendapatkan sesuap nasipun di kampus IPDN, masyarakat
harus demo dan akan mendudukinya. Siapa yang akan rugi ?, tentu kita semua.
Tentu semua itu bermuara dari ketidak mampuan secara ekonomi atau kemiskinan
dan sempitnya lahan pekerjaan. Pemda harus segera memikirkan hal itu jika tidak
ingin hanya menjadi penonton di darahnya sendiri.
Via
Berita NTB
Posting Komentar