Berita NTB
Aset Pemprov Tembus 10 Trilyun Lebih
MATARAM, sasambonews.com. Kepala Biro (Karo) Hukum Setda NTB H. Rusman SH MH mengatakan, pihaknya telah memberikan kajian untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan sejumlah aset yang telah dikerjasamakan oleh pemda NTB selama ini.
Namun, langkah tersebut ada yang berhasil, ada pula yang gagal. “Jadi, upaya yang kita sarankan ke Kepala Badan Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) adalah terus melakukan pendekatan kepada para penggarap lahan milik daerah mulai perseorangan hingga perusahaan (investor),” ungkapnya.
Peningkatan nilai aset pemprov Nusa Tenggara Barat mencapai Rp 10,2 triliun lebih merujuk data hasil sensus aset atau Barang Milik Daerah (BMD) pada tahun 2014 hingga tahun 2015 lalu, nampaknya tidak diikuti pertambahan nilai kontribusi aset tersebut bagi peningkatan PAD NTB.
Hal itu dipicu kontrak kerjasama daerah dengan para investor pengelola lahan tersebut berdurasi panjang yakni, 30-40 tahun. Sehingga, Pemprov tidak bisa berbuat apa-apa terhadap naskah kontrak kerjasama itu.
Rusman menambahkan, keberadaan aset tersebut umumnya tersebar di berbagai wilayah yang menjadi distinasi unggulan pariswisata di NTB mulai tiga gili di KLU, Pantai Senggigi di Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah.
Menurutnya, kontrak kerjasama yang berdurasi panjang dan memberikan kontribusi kecil, diantaranya terjadi oleh PT. Gili Trawangan Indah (GTI) di Gili Trawangan mencapai Rp 60 juta pertahunnya.
Selain itu, pengelolaan padang golf di Golong, Narmada, Lombok Barat oleh PT. GEC asal Jepang yang hanya menyetorkan kontribusi sebesar Rp 20 juta tiap tahunnya. “Kondisi serupa juga terjadi pada pengelolaan Pasar Seni Senggigi oleh perusahaan milik pengusaha nasional Peter F. Gontha yang juga kontribusnya dibawah Rp 20 juta pertahunnya,” ujarnya.
Ia mengakui, sejumlah investor lain, merujuk informasi Kepala BPKAD NTB, kabarnya telah berupaya mengajukan proposal penawaran kerjasama hingga kini guna menggantikan para investor tersebut.
Namun, hal tersebut dirasa sulit. Pasalnya, dalam kontrak kerjasama yang sudah ditanda tangani tersebut sejak era pemerintahan gubernur sebelumnya, sama sekali tidak ada klausul pasal yang bisa memutus kontrak kerjasama itu, kecuali jika mereka dianggap wan prestasi untuk tidak memenuhi kewajiban mereka.
Mengingat, kata Rusman, umumnya kerjasama pengelolaan aset itu dihajatkan awalnya, untuk membuka lokasi lahan-lahan itu yang memang dulu kondisinya tidak seramai saat ini.
“Kami sudah dengar desakan dewan, terkait pemutusan kontrak kerjasama HGB dan HGU atas minimnya kontribusi aset oleh perusahaan itu. Namun, bukan kita tidak mau, tapi sangat sulit dilakukan. Jadi caranya, perlu pendekatan untuk duduk bareng dengan para investor itu. Apapun dalihnya, mereka juga berperan atas majunya pariwisata NTB saat ini,” tandasnya.
Pemprov NTB sendiri telah melakukan penatausahaan aset atau Barang Milik Daerah (BMD) yang dilakukan dalam enam bulan. Dimana, jumlah aset tersebut tercatat mencapai Rp 10,2 triliun lebih, sesuai data sensus pada tahun 2014 dan tahun 2015 lalu. Sedangkan, pada tahun 2009 lalu, jumlah aset milik pemprov NTB mencapai Rp 2,9 triliun. Meningkat menjadi Rp 10, 2 triliun pada tahun 2013 dengan jumlah 542 ribu lebih item barang. Ipr
Namun, langkah tersebut ada yang berhasil, ada pula yang gagal. “Jadi, upaya yang kita sarankan ke Kepala Badan Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) adalah terus melakukan pendekatan kepada para penggarap lahan milik daerah mulai perseorangan hingga perusahaan (investor),” ungkapnya.
Peningkatan nilai aset pemprov Nusa Tenggara Barat mencapai Rp 10,2 triliun lebih merujuk data hasil sensus aset atau Barang Milik Daerah (BMD) pada tahun 2014 hingga tahun 2015 lalu, nampaknya tidak diikuti pertambahan nilai kontribusi aset tersebut bagi peningkatan PAD NTB.
Hal itu dipicu kontrak kerjasama daerah dengan para investor pengelola lahan tersebut berdurasi panjang yakni, 30-40 tahun. Sehingga, Pemprov tidak bisa berbuat apa-apa terhadap naskah kontrak kerjasama itu.
Rusman menambahkan, keberadaan aset tersebut umumnya tersebar di berbagai wilayah yang menjadi distinasi unggulan pariswisata di NTB mulai tiga gili di KLU, Pantai Senggigi di Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah.
Menurutnya, kontrak kerjasama yang berdurasi panjang dan memberikan kontribusi kecil, diantaranya terjadi oleh PT. Gili Trawangan Indah (GTI) di Gili Trawangan mencapai Rp 60 juta pertahunnya.
Selain itu, pengelolaan padang golf di Golong, Narmada, Lombok Barat oleh PT. GEC asal Jepang yang hanya menyetorkan kontribusi sebesar Rp 20 juta tiap tahunnya. “Kondisi serupa juga terjadi pada pengelolaan Pasar Seni Senggigi oleh perusahaan milik pengusaha nasional Peter F. Gontha yang juga kontribusnya dibawah Rp 20 juta pertahunnya,” ujarnya.
Ia mengakui, sejumlah investor lain, merujuk informasi Kepala BPKAD NTB, kabarnya telah berupaya mengajukan proposal penawaran kerjasama hingga kini guna menggantikan para investor tersebut.
Namun, hal tersebut dirasa sulit. Pasalnya, dalam kontrak kerjasama yang sudah ditanda tangani tersebut sejak era pemerintahan gubernur sebelumnya, sama sekali tidak ada klausul pasal yang bisa memutus kontrak kerjasama itu, kecuali jika mereka dianggap wan prestasi untuk tidak memenuhi kewajiban mereka.
Mengingat, kata Rusman, umumnya kerjasama pengelolaan aset itu dihajatkan awalnya, untuk membuka lokasi lahan-lahan itu yang memang dulu kondisinya tidak seramai saat ini.
“Kami sudah dengar desakan dewan, terkait pemutusan kontrak kerjasama HGB dan HGU atas minimnya kontribusi aset oleh perusahaan itu. Namun, bukan kita tidak mau, tapi sangat sulit dilakukan. Jadi caranya, perlu pendekatan untuk duduk bareng dengan para investor itu. Apapun dalihnya, mereka juga berperan atas majunya pariwisata NTB saat ini,” tandasnya.
Pemprov NTB sendiri telah melakukan penatausahaan aset atau Barang Milik Daerah (BMD) yang dilakukan dalam enam bulan. Dimana, jumlah aset tersebut tercatat mencapai Rp 10,2 triliun lebih, sesuai data sensus pada tahun 2014 dan tahun 2015 lalu. Sedangkan, pada tahun 2009 lalu, jumlah aset milik pemprov NTB mencapai Rp 2,9 triliun. Meningkat menjadi Rp 10, 2 triliun pada tahun 2013 dengan jumlah 542 ribu lebih item barang. Ipr
Via
Berita NTB
Posting Komentar