Nasional
Mantan Gubernur DKI itu menegaskan, dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) serta globalisasi, yang dibutuhkan adalah modal kepercayaan. Sebab bila modal kepercayaan itu tak ada, maka arus investasi dan uang masuk ke Indonesia akan terkendala. Dan Investor asing justru ragu untuk menanam modalnya.
Selain itu juga Presiden Jokowi menyindir kebebasan pers apabila dimaknai secara mutlak. dulu sebelum era Reformasi, Pemerintah yang menekan-nekan Pers. Baik melalui ancaman pemberedelan atau sensor.
Dampaknya, berita yang disiarkan hanya menyenangkan penguasa.
"Tapi sekarang kan kebalik. Pers justru yang menekan-nekan pemerintah. Tetapi, yang menekan pers sekarang siapa? Menurut saya, ya industri pers sendiri karena persaingan," ucap Presiden Jokowi.
Untuk itu lanjut Presiden Jokowi, dunia pers harus didorong agar mampu menjaga sikap independen sekaligus mencerdaskan bangsa. Logika jangka pendek semisal mengejar rating media perlu dipertimbangkan. Dan Perlu ruang yang lebih luas untuk menanamkan rasa kebersamaan nasional melalui pemberitaan. "Industri pers memang harus berkompetisi dengan rating ya. Tapi mestinya sebagian kecil dari waktu bisa diberikan pada hal-hal tadi seperti memupuk nasionalisme,” ujarnya. |rul
Jokowi Kritik Pers
LOMBOK TENGAH,sasambonews.com.-
Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2016 yang di Gelar di Pantai Kuta Desa Kuta Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng) dibuka langsung Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi), Selasa, (09/02/2016).
Dalam pidato Pembukaan HPN Tahun 2016 , Presiden Jokowi menginatkan pentingnya peran serta Media Massa dalam menumbuh kembangkan Optimisme Bansa.
Presiden Jokowi menyayangkan masih maraknya pemberitaan di media massa yang lebih mengutamakan unsur sensasional atau kehebohan sesaat.
Presiden Jokowi mencontohkan , ada judul berita yang menegaskan, Indonesia akan hancur.
Kondisi pemberitaan makin diperparah dengan kecenderungan tendensius. Misalnya, berita-berita yang mencampuradukkan opini dengan fakta. Termasuk komentar pengamat yang justru terkesan menghakimi figur-figur publik. "Kalau berita yang judulnya itu kita terus-teruskan, yang muncul adalah Ketidakpercayaan," ucap Presiden Jokowi.
Kondisi pemberitaan makin diperparah dengan kecenderungan tendensius. Misalnya, berita-berita yang mencampuradukkan opini dengan fakta. Termasuk komentar pengamat yang justru terkesan menghakimi figur-figur publik. "Kalau berita yang judulnya itu kita terus-teruskan, yang muncul adalah Ketidakpercayaan," ucap Presiden Jokowi.
Mantan Gubernur DKI itu menegaskan, dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) serta globalisasi, yang dibutuhkan adalah modal kepercayaan. Sebab bila modal kepercayaan itu tak ada, maka arus investasi dan uang masuk ke Indonesia akan terkendala. Dan Investor asing justru ragu untuk menanam modalnya.
Selain itu juga Presiden Jokowi menyindir kebebasan pers apabila dimaknai secara mutlak. dulu sebelum era Reformasi, Pemerintah yang menekan-nekan Pers. Baik melalui ancaman pemberedelan atau sensor.
Dampaknya, berita yang disiarkan hanya menyenangkan penguasa.
"Tapi sekarang kan kebalik. Pers justru yang menekan-nekan pemerintah. Tetapi, yang menekan pers sekarang siapa? Menurut saya, ya industri pers sendiri karena persaingan," ucap Presiden Jokowi.
Untuk itu lanjut Presiden Jokowi, dunia pers harus didorong agar mampu menjaga sikap independen sekaligus mencerdaskan bangsa. Logika jangka pendek semisal mengejar rating media perlu dipertimbangkan. Dan Perlu ruang yang lebih luas untuk menanamkan rasa kebersamaan nasional melalui pemberitaan. "Industri pers memang harus berkompetisi dengan rating ya. Tapi mestinya sebagian kecil dari waktu bisa diberikan pada hal-hal tadi seperti memupuk nasionalisme,” ujarnya. |rul
Via
Nasional
Posting Komentar