Berita NTB
Pendidikan
Berinovasi demi Pengembangan Kemampuan Literasi Anak Didik
Lombok Utara, sasambonews.com- Sepenggal cerita guru kelas 1 SD
Pemenang Barat - Lombok Utara, Suci Fatmawanti Profesi guru adalah dambaan bagi
mereka yang menuntut ilmu di fakultas pendidikan, dengan harapan nantinya
setelah lulus bisa menjadi tenaga pengajar yang bisa diandalkan dalam dunia
pendidikan. Hal itulah yang terbersit dalam benak Suci Fatmawanti, S.Pd yang
mengawali karirnya di tahun 2008 dengan menjadi seorang Guru Tidak Tetap (GTT)
di salah satu sekolah di Praya, Lombok Tengah. Berbekal gelar S1 PGSD yang
disandangnya dan ilmu yang telah didapatkan dari bangku kuliah, selama enam
tahun Suci mengabdikan diri di desa kelahirannya sebagai tenaga pengajar,
sebelum akhirnya perjalanan takdir membawanya ke Kabupaten Lombok Utara.
Di Lombok Utara, Suci memulai
perjalanan karirnya sebagai guru PNS dan mengabdi di Dusun Tangga. Kondisi
pendidikan di desa ini membuat Suci terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan
dengan terus bersabar dan tekun dalam menjalankan perannya sebagai guru.
Setelah empat tahun, Suci kemudian ditugaskan mengajar di Pemenang Barat dimana
ia bertanggung jawab untuk mengajar di kelas 1 SD. Terbiasa mengajar di kelas
tinggi, hal ini tentu menjadi suatu pengalaman baru baginya, termasuk ketika ia
harus menghadapi siswa yang masih belum bisa membaca dan menulis. Ditambah lagi
ada siswa yang berkebutuhan khusus. Namun, kekhawatiran Suci akan sulitnya
mengajar siswa kelas awal yang tidak bisa membaca dan menulis mulai menemukan
titik terang ketika ia mengikuti program pendampingan dari INOVASI (Inovasi
untuk Anak Sekolah Indonesia), yaitu program rintisan Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Literasi di Kelas Awal atau dikenal dengan sebutan PELITA 1 .
Berkaitan dengan kemampuan
literasi siswa, menurut Suci tantangan yang ditemuinya ketika mengajar di kelas
awal adalah kurangnya pemahaman siswa, terutama pada semester pertama. Masih
ada siswa dikelasnya yang belum mengenal huruf, mengeja, bahkan membaca.
Suci juga mengakui bahwa guru
cenderung terpaku pada kurikulum. “Kami disini terlalu terpaku sama kurikulum,
sehingga kurang bisa mengembangkan kemampuan dan kreativitas kami sebagai
pengajar di kelas awal. Salah satu dampaknya, bisa dilihat ketika anak-anak menjadi
bosan mengikuti pelajaran. Mereka mengobrol dengan teman sebangkunya tanpa memperdulikan
kami yang menjelaskan di depan. Anak-anak terkadang sampai mengantuk dan ingin cepat
pulang,” ucap Suci menceritakan pengalamannya.
Suci menjelaskan bahwa praktik
yang biasanya terjadi, yang kemudian kurang mendukung proses pembelajaran,
adalah kurangnya interaksi antara guru dengan murid, dan kecenderungan guru
untuk menerapkan metode ceramah. Menurut Suci, diperlukan metode khusus yang
bisa mendorong siswa agar lebih siap menerima pelajaran. Selain itu, guru juga
masih berfokus kepada materi yang ada di buku tanpa mengembangkan maksud dari
materi tersebut. Padahal, anak didik juga perlu untuk bermain, sehingga metode
belajar sambil bermain dirasa perlu dikembangkan.
Itulah pengalaman Suci sebelum
mengikuti program rintisan PELITA. Sekarang, kemampuan anak didiknya jauh lebih
baik karena Suci mendapatkan trik dan metode baru dalam mengajar. Misalnya, komponen
pembelajaran aktif yang dikenal dengan MIKIR (Mengalami, Interaksi, Komunikasi,
dan Refleksi). Selain itu, Suci juga belajar bagaimana mengindentifikasi
masalah pembelajaran literasi yang dihadapi siswanya di kelas, kemudian
mengidentifikasi solusi alternatif dan ilmu-ilmu kreatif lainnya yang dapat
diterapkan bagi siswa kelas awal yang membutuhkan bimbingan.
1 Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Literasi di Kelas Awal (PELITA) adalah program rintisan yang diprakarsai
INOVASI yang dikembangkan dan dilaksanakan di dua kabupaten di Nusa Tenggara
Barat, yaitu Lombok Utara dan Sumbawa Barat. PELITA bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa di kelas awal dalam hal literasi dengan
meningkatkan pemahaman guru terhadap isi kurikulum, khususnya pada tahap awal
pengembangan kemampuan literasi siswa.
Setelah menerapkan apa yang
dipelajarinya melalui program rintisan PELITA, Suci pun mengakui adaperubahan
signifikan yang terjadi pada siswanya. “Setelah saya menggunakan media dan
metode baru dalam menyampaikan pelajaran, anak-anak terlihat lebih senang
berada di dalam kelas dan mereka juga lebih aktif, lebih cepat mengenal huruf.
Mereka juga menujukkan minat untuk mengikuti pelajaran yang saya berikan. ”Suci
mulai menerapkan ide-ide baru sekembalinya dari pelatihan program rintisan
PELITA dari INOVASI dengan membuat beberapa media yang Suci sebut ‘Buku Besar’.
Media pembelajaran ini isinya cerita bergambar yang disederhanakan agar siswa
lebih mudah memahami kalimat bacaan. Selanjutnya, Suci membuat lantai literasi
yang dipakai belajar sambil bermain. Media ini diakuinya sebagai salah satu
cara dalam memperkenalkan kata-kata dan suku kata. Kertas-kertas yang telah
digunting berdasarkan urutannya kemudian ditempelkan di lantai. Anak-anak
kemudian diminta melompat dari suku kata atau kata yang tepat sesuai dengan
arahan dari Suci. Lantai literasi juga menjadi salah satu cara Suci dalam menilai
kemampuan membaca siswa.
Yang menarik, perubahan positif
juga terjadi pada lingkungan kelas. Seperti yang dituturkan oleh KepalaSekolah,
H. Syafrudin Arsyad, S.Pd. “Setelah terlibat dalam program rintisan yang
diprakarsai INOVASI, kelas yang awalnya sepi dan tidak tertata, kini menjadi
rapi dan bersih. Selain lebih tertata rapi, kelas- kelas menjadi lebih ramai
dan nyaman,” tutur Syafrudin.
Melihat perubahan yang mulai
terjadi, Suci berharap agar program rintisan PELITA dapat disebarluaskan ke
sekolah-sekolah lainnya di Kabupaten Lombok Utara. Ibu satu anak ini juga
berharap agar dukungan yang diberikan INOVASI di Lombok Utara juga dapat
menyasar anak berkebutuhan khusus. “Jadi jangan hanya PELITA saja yang
dikembangkan disini. Setelah kami mengikuti PELITA, salah satu tantangan yang
kami identifikasikan adalah terkait anak berkebutuhan khusus. Nah, bagaimana sebaiknya
solusi untuk tantangan tersebut? Kalau bisa, INOVASI memberikan pelatihan pada
guru-guru di sekolah negeri untuk menghadapi anak yang berkebutuhan khusus
tersebut. Karena sekolah negeri tidak boleh menolak siswa, baik itu anak yang
berkebutuhan khusus maupun anak dengan disabilitas,” harap Suci.
Di tengah kegembiraan melihat
kemajuan anak-anak didiknya, terselip harapan Suci untuk mereka lebihmenghargai
buku. Bagi Suci bila siswa lebih menghargai buku maka secara tidak langsung
mereka akan senang untuk membacanya.
Perkembangan zaman juga menjadi masalah. Suci juga berpendapat, menurunnya
minat membaca siswa juga dapat disebabkan karena kurangnya keterlibatan orang
tua di rumah dalam membimbing anaknya. “Orang tua terlalu memberi kebebasan
pada anak-anaknya untuk bermain HP ketimbang memberimereka buku untuk dibaca.
Padahal, di sekolah anak-anak selalu kami arahkan ke perpustakaan untuk membaca
buku-buku cerita bergambar agar anak-anak tidak merasa bosan dalam membaca. Itu
salah satu cara meningkatkan minat membaca anak-anak di sekolah,” jelas Suci
Guru adalah representasi
kemuliaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui proses pendidikan. Pahlawan
tanpa tanda jasa bahkan tersemat padanya akan tetapi gelar tersebut tidak akan
cukup dijadikan sebagai tolak ukur dalam menghargai jasa yang telah dilakukan
dalam rangka mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu,
Suci akan terus berupaya untuk mengabdikan diri dalam rangka mencerdaskan anak
didik di NTB, khususnya di Kabupaten Lombok Utara. sc
Via
Berita NTB
Posting Komentar