Berita NTB
Aturan BPN Rugikan Masyarakat
LOMBOK TENGAH, sasambonews.com. Sejumlah warga di Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng) selaku pihak pemohon penerbitan Sertifikat lahan, mempertanyakan sikap dan aturan yang diterapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Loteng, terkait dengan syarat dan ketentuan pengajuan penerbitan sertifikat lahan milik masyarakat khususnya yang berbatasan atau berdekatan langsung dengan kawasan Hutan Lindung yang ada di wilayah Kecamatan Pujut Loteng.
Dalam kebijakan atau aturan yang di terbitkan BPN itu, bagi pemohon penerbitan sertifikat yang lokasi lahannya berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung, harus merelakan luas lahan mereka di kurangi 10 meter. Dan pemohon sertifikat juga di minta untuk membuat surat pernyataan yang isinya untuk mengiklaskan luas lahan mereka di kurangi serta masyarakat juga diminta untuk meminta rekomendasi dari Dinas Kehutanan setempat.” BPN selalu memotong 10 meter dari luas lahan adanya. Dan kalau tidak mau luas lahan dikurangi dan tidak mau menandatangani surat pernyataan yang sisinya mengiklaskan luas lahan dikurangi 10 meter, maka sertifikat lahan yang diajukan tidak akan diproses dan diterbitkan, ungkap Mustapa warga Desa Kuta Kecamatan Pujut Loteng Senin, (09/05/2016).
Mustapa mengungkapkan, beberapa waktu lalu, dirinya mengajukan penerbitan sertifikat lahan seluas 1,8 hekar yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung Gunung PP, tepatnya di wilayah Dusun Lengser Desa Kuta Kecamatan Pujut Loteng. Dan oleh BPN Loteng lahan seluas 1,8 hektar miliknya tersebut luasnya dikurangi hingga mencapai 10 are lebih.” Luas lahan yang saya usulkan 1,8 hektar lebih, dan sertifikat lahan baru bisa di proses setelah saya membuat surat pernyataan mengiklaskan luas lahan dikurangi. Dan kalau disepanjang luas lahan saya itu dikurangi 10 meter, maka sekitar 10 are lebih luas lahan saya akan hilang,” ungkapnya.
Diakui Mustapa, dirinya tidak tahu secara pasti apa alasan dan landasan hukum yang digunakan pihak BPN Loteng yang mengharuskan lahan milik masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung wajib untuk dikurangi luasannya.” Saya selaku masyarakat bingung aturan dan UU apa yang dipakai. Padahal tanah saya yang berlokasi di dekat kawasan Hutan Lindung Gunung PP itu sudah ada ada rekomendasi dari Dinas Kehutanan yang isinya tanah saya itu tidak masuk kedalam kawasan Hutan Lindung Gunung PP, tetapi BPN tetap ngotot luas tanah saya itu harus di potong 10 meter, baru bisa di proses penerbitan Sertifikat lahan. Saya jadi bingung lalu mau dijadikan apa sisa luas lahan yang dikurangi itu, apakah dibiarkan kosong atau dimasukkan kedalam lahan kawasan Hutan Lindung,” keluhnya.
Sementara itu, sampai dengan berita ini dimuat di Media Koran ini, lagi – lagi orang nomor satu di BPN Loteng yakni Kepala BPN Loteng belum bisa ditemui Media Pembaruan, dengan alasan sedang tidak berada di tempat.” Pak Kepala Kantor tidak ada,” ujar salah seorang petugas Satpam BPN Loteng yang tidak diketahui Identitasnya Senin kemarin. |rul
Dalam kebijakan atau aturan yang di terbitkan BPN itu, bagi pemohon penerbitan sertifikat yang lokasi lahannya berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung, harus merelakan luas lahan mereka di kurangi 10 meter. Dan pemohon sertifikat juga di minta untuk membuat surat pernyataan yang isinya untuk mengiklaskan luas lahan mereka di kurangi serta masyarakat juga diminta untuk meminta rekomendasi dari Dinas Kehutanan setempat.” BPN selalu memotong 10 meter dari luas lahan adanya. Dan kalau tidak mau luas lahan dikurangi dan tidak mau menandatangani surat pernyataan yang sisinya mengiklaskan luas lahan dikurangi 10 meter, maka sertifikat lahan yang diajukan tidak akan diproses dan diterbitkan, ungkap Mustapa warga Desa Kuta Kecamatan Pujut Loteng Senin, (09/05/2016).
Mustapa mengungkapkan, beberapa waktu lalu, dirinya mengajukan penerbitan sertifikat lahan seluas 1,8 hekar yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung Gunung PP, tepatnya di wilayah Dusun Lengser Desa Kuta Kecamatan Pujut Loteng. Dan oleh BPN Loteng lahan seluas 1,8 hektar miliknya tersebut luasnya dikurangi hingga mencapai 10 are lebih.” Luas lahan yang saya usulkan 1,8 hektar lebih, dan sertifikat lahan baru bisa di proses setelah saya membuat surat pernyataan mengiklaskan luas lahan dikurangi. Dan kalau disepanjang luas lahan saya itu dikurangi 10 meter, maka sekitar 10 are lebih luas lahan saya akan hilang,” ungkapnya.
Diakui Mustapa, dirinya tidak tahu secara pasti apa alasan dan landasan hukum yang digunakan pihak BPN Loteng yang mengharuskan lahan milik masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung wajib untuk dikurangi luasannya.” Saya selaku masyarakat bingung aturan dan UU apa yang dipakai. Padahal tanah saya yang berlokasi di dekat kawasan Hutan Lindung Gunung PP itu sudah ada ada rekomendasi dari Dinas Kehutanan yang isinya tanah saya itu tidak masuk kedalam kawasan Hutan Lindung Gunung PP, tetapi BPN tetap ngotot luas tanah saya itu harus di potong 10 meter, baru bisa di proses penerbitan Sertifikat lahan. Saya jadi bingung lalu mau dijadikan apa sisa luas lahan yang dikurangi itu, apakah dibiarkan kosong atau dimasukkan kedalam lahan kawasan Hutan Lindung,” keluhnya.
Sementara itu, sampai dengan berita ini dimuat di Media Koran ini, lagi – lagi orang nomor satu di BPN Loteng yakni Kepala BPN Loteng belum bisa ditemui Media Pembaruan, dengan alasan sedang tidak berada di tempat.” Pak Kepala Kantor tidak ada,” ujar salah seorang petugas Satpam BPN Loteng yang tidak diketahui Identitasnya Senin kemarin. |rul
Via
Berita NTB
Posting Komentar